OLEH : DWI WAHYU SULISTYO UTOMO (0910480050)
A. PENDAHULUAN
Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia termasuk Indonesia. Produk tembakau utama yang diperdagangkan adalah daun tembakau dan rokok. Tembakau dan rokok merupakan produk bernilai tinggi, sehingga bagi beberapa negara termasuk Indonesia berperan dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai salah satu sumber devisa, sumber penerimaan pemerintah dan pajak (cukai), sumber pendapatan petani dan lapangan kerja masyarakat (usaha tani dan pengelolahan rokok) (Budiman, A. & Onghokham, 1997).
Rokok Indonesia memiliki cita rasa yang berbeda dengan rokok luar negeri yang biasa dikenal dengan nama rokok putih. Rokok Indonesia, yang dikenal dengan rokok kretek (clove cigarette), mempunyai cita rasa yang berbeda karena adanya pemanfaatan bahan baku cengkeh (sebagai tambahan aroma) selain tembakau sebagai bahan pokoknya. Dalam sejarah perkembangannya produksi rokok cenderung mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, salah satu sebabnya adalah makin dikenalnya rokok kretek sehingga permintaan untuk rokok kretek meningkat. Sebelum tahun 1975 industri rokok Indonesia masih didominasi oleh rokok putih yang diimpor. Setelah tahun 1975 industri rokok kretek mampu menjadi primadona di negerinya sendiri (Gatra, 2000).
Perkembangan rokok kretek Indonesia dimulai di Kudus pada tahun 1890 kemudian menyebar ke berbagai daerah lain di Jawa Tengah antara lain Magelang, Surakarta, Pati, Rembang, Jepara, Semarang juga ke Daerah Istimewa Yogyakarta (Gatra, 2000: 54). Perkembangan industri rokok di Indonesia ditandai dengan lahirnya perusahaan rokok besar yang menguasai pasar dalam industri ini, yaitu PT. Gudang Garam,Tbk yang berpusat di Kediri, PT. Djarum yang berpusat di Kudus, PT.HM Sampoerna, Tbk yang berpusat di Surabaya, PT. Bentoel yang berpusat di Malang dan PT. Nojorono yang berpusat di Kudus (Muslim, 2008).
B. PERUSAHAAN PRODUSEN ROKOK TERBESAR DI INDONESIA
Dalam industri rokok, dominasi dari para pelaku utama bisnis ini sudah cukup dikenal. Pada tiga tahun terakhir (tahun 1999, 2000, 2001) ternyata 3 perusahaan rokok, yaitu PT.Gudang Garam Tbk, PT. HM Sampoerna Tbk dan PT. Djarum, selalu masuk dalam jajaran “Sepuluh Besar Perusahaan Terbaik” di antara 200 Top Companies di Asia yang disusun peringkatnya oleh majalah Far Eastern Economic Review (FEER) (Tabel 1). Di tengah krisis ekonomi yang dinilai belum tampak pangkal akhirnya, sungguh melegakan bahwa setidaknya ada 10 perusahaan yang masuk kategori berkinerja prima di antara 200 perusahaan terbaik di kawasan Asia. Menariknya, di antara 10 besar tersebut, tiga di antaranya merupakan raksasa kretek Indonesia (Rachmat, 2011).
1. PT Djarum
PT Djarum adalah sebuah perusahaan rokok di Indonesia yang bermarkas di Kudus, Jawa Tengah, Indonesia. Sejarah Djarum berawal saat Oei Wie Gwan membeli usaha kecil dalam bidang kretek bernama Djarum Gramophon pada tahun 1951 dan mengubah namanya menjadi Djarum. Oei mulai memasarkan kretek dengan merek "Djarum" yang ternyata sukses di pasaran. Setelah kebakaran hampir memusnahkan perusahaan pada tahun 1963 (Oei meninggal tak lama kemudian), Djarum kembali bangkit dan memodernisasikan peralatan di pabriknya. Pada tahun 1972 Djarum mulai mengeskpor produk rokoknya ke luar negeri. Tiga tahun kemudian Djarum memasarkan Djarum Filter, merek pertamanya yang diproduksi menggunakan mesin, diikuti merek Djarum Super yang diperkenalkan pada tahun 1981. Saat ini Djarum dipimpin Budi Hartono dan Bambang Hartono, yang dua-duanya merupakan putra Oei (Anonymous 1, 2011).
P.T Djarum memiliki beragam produk rokok dipasaran, diantaranya ialah Djarum Super, Djarum Super CS, Djarum Super Mezzo, Djarum Coklat, Djarum Coklat Extra, Djarum Istimewa, Djarum 76, Djarum Black, Djarum Black Slimz, Djarum Black Menthol, Djarum Black Cappucino Djarum Black Tea, Djarum Vanilla, Djarum Splash, Djarum Original, Djarum Cherry, Djarum Menthol, L.A Lights, L.A Menthol Lights, dll (Anonymous 1, 2011).
2. PT Gudang Garam
PT Gudang Garam Tbk. adalah sebuah perusahaan produsen rokok populer asal Indonesia. Didirikan pada 26 Juni 1958 oleh Surya Wonowidjojo, perusahaan ini merupakan pemimpin dalam produksi rokok kretek. Perusahaan ini memiliki kompleks tembakau sebesar 514 are di Kediri, Jawa Timur. Presiden Direktur perusahaan ini adalah Susilo Wonowidjojo (Anonymous 2, 2011).
Gudang Garam didirikan pada 26 Juni 1958 oleh Tjoa Ing Hwie. Di saat berumur sekitar dua puluh tahun, Ing Hwie mendapat tawaran bekerja dari pamannya di pabrik rokok Cap 93 yang merupakan salah satu pabrik rokok terkenal di Jawa Timur pada waktu itu. Berkat kerja keras dan kerajinannya dia mendapatkan promosi dan akhirnya menduduki posisi direktur di perusahaan tersebut (Anonymous 2, 2011).
Pada tahun 1956 Ing Hwie meninggalkan Cap 93. Dia membeli tanah di Kediri dan memulai produksi rokok sendiri, diawali dengan rokok kretek dari kelobot dengan merek Inghwie. Setelah dua tahun berjalan Ing Hwie mengganti nama perusahaannya menjadi Pabrik Rokok Tjap Gudang Garam. Pemasaran yang dilakukan oleh PT GUDANG GARAM Tbk ini tidak langsung ke produsen tapi melalui PT SURYA PEMENANG lalu kepada pedagang eceran kemudian baru ke konsumen atau produsen (Anonymous 2, 2011).
PT Gudang Garam Tbk. Memiliki beragam produk rokok dipasaran, diantaranya ialah Gudang Garam International, Surya 12, Surya 16, Surya Slims, Surya Signature, Surya Profesional, Surya Pro Mild, Gudang Garam Nusantara, Gudang Garam Nusantara Mild, Gudang Garam Merah, Gudang Garam Djaja, Nusa, Taman Sriwedari dan Sigaret Kretek Filter Klobot (Anonymous 2, 2011).
3. PT Sampoerna
PT HM Sampoerna Tbk. adalah perusahaan rokok terbesar di Indonesia. Kantor pusatnya berada di Surabaya, Jawa Timur. Perusahaan ini sebelumnya merupakan perusahaan yang dimiliki keluarga Sampoerna, namun sejak Mei 2005 kepemilikan mayoritasnya berpindah tangan ke Philip Morris International, perusahaan rokok terbesar di dunia dari Amerika Serikat, mengakhiri tradisi keluarga yang melebihi 90 tahun (Anonymous 3, 2011).
PT HM Sampoerna Tbk. Memiliki beragam produk rokok dipasaran, diantaranya ialah A Mild, A Mild Menthol, A International, Dji Sam Soe, Dji Sam Soe Super Premium, Dji Sam Soe Magnum, Dji Sam Soe Filter, Dji Sam Soe Gold, Sampoerna Hijau, Sampoerna Kretek, Sampoerna Exclusive, U Mild, Avolution, A Flava, Panamas 1, Marlboro, dll (Anonymous 3, 2011).
C.STRUKTUR PASAR OLIGOPOLI
Pasar oligopoli adalah adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh (Rahardja, 2008).
Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga di antara pelaku usaha yang melakukan praktik oligopoli menjadi tidak ada (Sicat, 1991).
Menurut Rahardja (2008), ciri reaksi oligopolis jika terjadi perubahan harga adalah jika suatu oligopolis menurunkan harga maka oligopolis cenderung juga akan menurunkan harga karena tidak mau kehilangan konsumen dan jika oligopolis menaikkan harga maka akan kehilangan konsumen karena oligopolis lain tidak menaikkan harga dan akan mendapat tambahan konsumen dengan tanpa melakukan reaksi apapun. Dengan demikian struktur pasar oligopoli memiliki karakteristik antara lain :
1. Terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai pasar.
Pasar oligopoli hanya terdiri dari beberapa perusahaan. Biasanya struktur dari perusahaan oligopoli adalah terdapat beberapa perusahaan raksasa yang mengusai sebagian besar pasar oligopoli dan disamping itu terdapat pula beberapa perusahaan kecil. Pasar oligopoli di sini mempunyai sifat yang khusus yaitu saling mempengaruhi satu sama lain. Satu di antara para oligopolies merupakan market leader, yaitu penjual yang memiliki pangsa pasar yang terbesar, Ia memiliki kekuatan yang besar untuk menetapkan harga dan para penjual yang lainnya biasanya terpaksa mengikuti harga tersebut.
2. Barang yang diperjualbelikan dapat homogen dapat pula berbeda corak (differentiated product)
Barang berbeda corak (differentiated product) adalah Jenis barang yang sama yang ada di pasar akan tetapi penampilannya berbeda sebagai akibat rekabentuk dan pengemasan barang yang berbeda. Barang serupa (identical/homogenous product )adalah Barang yang sejenis yang dipromosikan berbagai perusahaan yang bentuk fisiknya tidak mudah dibedakan satu sama lain.
3. Kekuatan menentukan harga adakalanya lemah dan ada kalanya sangat tangguh.
Kekuatan menentukan harga menjadi lebih terbatas, bila suatu perusahaan menurunkan harga, dalam waktu singkat akan menarik pembeli. Tetapi bila perusahaan dalam pasar oligopoli bekerja sama dalam menentukan harga, maka harga dapat distabilkan pada tingkat yang mereka kehendaki.
4. Terdapat hambtaan yang cukup kuat yang menghalangi perusahaan yang baru untuk memasuki pasar oligopoli, antara lain :
• Hak paten
• Modal yang terlalu besar
• Perusahaan
• Pada umumnya perusahaan oligopoli perlu promosi secara iklan.
Iklan secara terus menerus sangat diperlukan oleh perusahaan oligopoli yang menghasilkan barang yang berbeda corak. Kegiatan promosi secara iklan yang sangat aktif tersebut adalah untuk dua tujuan antara lain : menarik pembeli baru dan mempertahankan pembeli lama.
Penyebab terbentuknya pasar oligopoly adalah efisiensi skala besar di dalam efisiensi teknis (teknologi) dan efisiensi ekonomi (biaya produksi). Profit hanya bisa tercipta apabila perusahaan mampu mencapai tingkat efisiensi. Efisiensi teknis menyangkut pada penggunaan teknologi dalam proses produksi. Kemampuan produsen dalam menempatkan sumber daya secara optimal. Efisiensi ekonomi menyangkut pada biaya produksi. Bagaimana mengatur biaya pada komposisi yang tepat sehingga harga yang dipasarkan merupakan harga yang bisa diterima pasar dan produsen (Sicat, 1991).
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau identik dengan kartel, sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini sebagiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel (Jaya, 1993).
D. STRUKTUR PASAR ROKOK INDONESIA
Hasil perhitungan deskriptif pada tabel di atas yang diperoleh dengan membagi jumlah output empat perusahaan terbesar dengan jumlah output industri, maka pada tahun 2001 struktur pasar Industri Rokok Kretek memiliki nilai 59.4 %. Dengan demikian struktur indusri ini dapat dikategorikan kepada jenis struktur oligopoli. Pada tahun 2002 tingkat konsentrasi mengalami kenaikan yang cukup tinggi mencapai 71.5 %, ini menandakan bahwa struktur Industri Rokok Kretek mendekati arah oligopoli penuh. Kemudian pada tahun 2003 struktur Industri Rokok Kretek mengalami tingkatan konsentrasi yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 71.9 %. Pada tahun 2004 tingkatan konsentrasi ini mengalami penurunan yang tidak terlalu besar. Tingkatan konsentrasi menurun menjadi 68.9 %. Dan di tahun 2005 tingkatan konsentrasi kembali kepada 71.7 % dan ini menandakan bahwa struktur pasar Industri Rokok Kretek mendekati arah oligopoli penuh (Rachmat, 2011).
Jika tingkatan konsentrasi suatu pasar tinggi, maka salah satu faktor penyebabnya adalah faktor hambatan masuk pasar. Ini menandakan bahwa pada tahun 2001 dan tahun 2004 seiring dengan perkembangan pasar, semakin banyak produsen baru yang mulai memasuki pasar Industri Rokok Kretek di Indonesia ini. Hal tersebut menggambarkan bahwa hambatan masuk pada kedua tahun tersebut mulai melonggar (Anonymous 4, 2005).
MES merupakan produksi dari hambatan masuk pasar, semakin suatu industri dapat memproduksi dengan biaya rata-rata paling minimum, maka akan membuat para entrant enggan untuk masuk ke dalam industri tersebut, karena akan sulit bagi para pemain baru dalam menghadapi persaingan dengan pemain lama yang sudah dapat memproduksi dengan biaya yang rendah. Terlebih jika para pemain lama dapat menentukan harga yang lebih rendah akibat dari kemampuan mereka dalam berproduksi diatas biaya rata-rata minimum (Castles, 1967).
Pada tahun 2001 tingkatan MES adalah sebesar 0.148 dan mengalami peningkatan di tahun 2002 menjadi 0.178. Jika dilihat nilai tingkatan konsentrasi pada tahun 2001 dan tahun 2002, tampak bahwa tingkatan konsentrasi juga mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi nilai MES maka akan menjadikan hambatan masuk pada industri ini semakin kuat. Pada tahun 2003, tingkatan konsentrasi mengalami kenaikan walaupun tidak terlalu berbeda dibandingkan dengan tingkatan konsentrasi pada tahun 2002, yaitu dari 71.5 % menjadi 71.9 % dengan tingkatan MES sebesar 0.179 untuk tahun 2003. Kemudian pada tahun 2004 tingkatan konsentrasi menurun menjadi 68.9% dengan tingkatan MES sebesar 0.172. Dan pada tahun 2005, tingkatan konsentrasi mengalami kenaikan kembali menjadi 71.7% dengan tingkatan MES sebesar 0.719. Hal ini membuktikan bahwa yang menyebabkan tingkatan konsentrasi Industri Rokok Kretek di Indonesia periode 2001-2005 tinggi bukanlah pada indikator jumlah perusahaan, melainkan pada tingkatan MES yang dihasilkan oleh pemain-pemain yang ada (Castles, 1967).
Dengan struktur pasar yang oligopoli, cenderung untuk memiliki pola perilaku kolusi, karena penguasaan pangsa pasar yang dikuasai oleh empat perusahaan teratas tiap tahunnya, dan penguasaan pasar berkisar dari 59.4 % hingga 71.5 %.Terlihat pada Tabel I di atas, bahwa secara rata-rata nilai PCM dengan CR4 memiliki hubungan yang positif. Pada tahun 2004 tampak bahwa nilai CR4 mengalami penurunan sementara nilai PCM mengalami kenaikan. Hal ini terjadi akibat pada industri rokok kretek hampir setiap tahun dikeluarkan kebijakan baru mengenai perubahan harga jual eceran dan tarif cukai. Sementara pada tahun 2004 tidak terdapat kebijakan baru yang mengatur hal ini. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa dengan tidak adanya kebijakan baru tersebut pasar menjadi lebih semakin kompetitif, perusahaan-perusahaan non empat besar dapat lebih bersaing akibat mereka lebih fleksibel. Seperti yang diketahui bahwa industri rokok telah memperkerjakan banyak tenaga kerja, untuk industri rokok kretek kelas menengah ke bawah dimana mereka rata-rata adalah home industry mereka cenderung untuk lebih fleksibel terhadap jumlah tenaga kerja mereka sehingga akhirnya mereka juga akan lebih kompetitif karena tidak terlalu banyak hal yang perlu dikhawatirkan, dengan adanya persaingan dari banyak perusahaan maka menyebabkan rasio konsentrasi cenderung menurun (Jaya, 1993).
Pasar tembakau di Indonesia berbentuk oligopoli. Tiga perusahaan (Gudang Garam, Djarum, dan Sampoerna/Philip Morris International) memegang 71 persen pangsa pasar .(Rachmat, 2011).
E. KESIMPULAN
Struktur pasar produk rokok di Indonesia termasuk kedalam golongan struktur pasar oligopoli. Hal ini didukung dengan kesesuaian ciri atau karakteristik struktur pasar oligopoli dengan keadaan struktur pasar produk rokok di Indonesia. Produk rokok di Indonesia di pimpin oleh 3 perusahaan produksi rokok terbesar di Indonesia yaitu, P.T. Djarum, P.T. Sampoerna,dan P.T. Gudang Garam.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous 1. 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Djarum. P.T. Djarum Tbk. Di unduh tanggal 4 Maret 2011.
Anonymous 2. 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Gudang_Garam. P.T. Gudang garam Tbk. Di unduh tanggal 4 Maret 2011.
Anonymous 3. 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/HM_Sampoerna. P.T. HM Sampoerna Tbk. Di unduh tanggal 4 Maret 2011.
Anonymous 4 .2005. Kondisi dan Prospek Industri Rokok di Indonesia. PT Visidata Riset Indonesia. Jakarta.
Bambang, S. et al.2002. Struktur, Kinerja, dan Kluster Industri Rokok Kretek : Indonesia, 1996 – 1999. Fakultas Ekonomi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Budiman, A. & Onghokham. 1997. Rokok Kretek Lintasan Sejarah dan Artinya Bagi Pembangunan Bangsa dan Negara. PT. Djarum. Kudus.
Castles, L. 1967. Religions, Politics, and Economic Behavior in Java: the Kudus cigarette industry. Yale University Southeast Asia Studies. Detroit.
Gatra. 2000. Ragam: Kudus, Tanah Air Kretek Itu, Edisi No 11 Tahun VI. 29 Januari 2000.
Indocommercial. 1999, Proses Oligopoli Industri Rokok Berjalan Cepat. No 235. 11 Oktober 1999.
Indocommercial. 2002. Prospek Industri dan Pemasaran Rokok di Indonesia. No 289. 11 Januari 2002.
Jaya, Wihana. K. 1993. Pengantar Ekonomi Industri, Pendekatan Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar. BPFE. Yogyakarta.
Muslim, E. et al. 2008. ANALISIS STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA DENGAN PENDEKATAN STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA. Departemen Teknik Industri. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Jakarta
Rachmat, M. et al. 2011. DINAMIKA AGRIBISNIS TEMBAKAU DUNIA DAN IMPLIKASINYA BAGI INDONESIA. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Rahardja, et al. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Sicat, Gerardo P., dan H. W. Arndt. 1991. Ilmu Ekonomi Untuk Konteks Indonesia. LP3ES. Jakarta.
Saturday, June 18, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment