Pages

Search This Blog

Sunday, June 19, 2011

BOGASARI MERUPAKAN PASAR MONOPOLI

OLEH : ESTI YULIASTRI (0910480059)

Latar belakang

Bogasari Fours Mill merupakan produsen tepung terigu di Indonesia dengan kapasitas produksi sebesar 3,6 juta ton per tahun, terbesar di dunia dalam satu lokasi. Bogasari dimulai pada tanggal 29 November 1971 dengan peresmian pabrik yang pertama di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Setahun kemudian, pada tanggal 10 Juli 1972, pabrik yang kedua di Tanjung Perak Surabaya dioperasikan.

Pada tahun 1998 terjadi deregulasi tata niaga, yaitu perubahan tata niaga akibat krisis moneter. Sehingga yang awalnya mulai dari pembelian bahan baku tepung, yaitu gandum yang diimport dari Amerika dan pendistribusian tepung jadi dilakukan oleh pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (BULOG) diserahkan ke perusahaan masing-masing karena pemerintah tidak sanggup membiayai, sehingga perusahaan Bogasari Flour Mills menjadi industri yang murni bukan hanya sebagai tukang giling.

Pada tahun 2001 dikeluarkan undang-undang anti monopoli oleh pemerintah, yang menyatakan bahwa pangsa pasar untuk suatu merek tertentu maksimum 60%. Dengan adanya undang-undang tersebut Bogasari Flour Mills menyusun strategi berikut: pabrik Bogasari Flour Mills di Jakarta menangani pasar untuk Indonesia bagian Barat dan pabrik Bogasari Flour Mills di Surabaya menangani pasar untuk Indonesia bagian Timur. Selain itu untuk merek yang lama tetap dipakai oleh pabrik di Jakarta sedangkan pabrik di Surabaya harus menyusun merek baru.

Telah diketahui bahwa persaingan antar produk sangatlah banyak sehingga perusahaan harus mewaspadainya. Meskipun Bogasari Flour Mills sendiri telah dapat dikatakan sebagai penguasa pasar tepung namun juga tidak dapat meremehkan adanya pesaing yang dapat merebut pangsa pasar Bogasari Flour Mills. Apalagi dengan keadaaan perusahaan Bogasari Flour Mills di Surabaya, yang menggunakan merek baru sejak kurang lebih tahun 2001, yaittu merek “Kereta Kencana”. Padahal pemasaran dewasa ini bukan lagi merupakan pertempuran produk, namun sudah merupakan pertempuran persepsi konsumen.
Selama tiga dekade, Bogasari telah melayani kebutuhan pangan masyarakat Indonesia dengan tiga merk tepung terigunya yang telah dikenal luas oleh masyarakat yaitu Cakra Kembar, Kunci Biru, dan Segitiga Biru. Ketiga jenis produk ini digunakan secara luas oleh industri mie, roti dan biskuit (baik yang berskala besar maupun kecil serta rumah tangga).

Berdasarkan data Penguasaha Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), struktur perusahaan importir penguasa tepung terigu nasional antara lain Bogasari sebesar 57 %, Eastern Peral 10,3 %, Sriboga 5,5 %, Pangan Mas 3,2 %, Pundi Kencana 0,4 %, perusahaan lain-lain 7,8 %, dan pangsa pasar impor sebesar 15,5 %.

Di sisi lain, selama ini profil industri pengguna tepung terigu terbesar di Indonesia adalah sektor usaha kecil dan menengah (UKM) sebanyak 30,263 unit dengan volume konsumsi sekitar 59,6 %, diikuti industri rumah tangga (10.000 unit) dengan volume 4 %, industri besar pengguna tepung terigu (200 unit) dengan volume 31,8 % dan rumah tangga dengan volume 4,6 %.

Kekuatan monopoli sangatlah mungkin mengatur pasar guna mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal inilah yang berpotensi merugikan konsumen. Munculnya kekuatan monopoli juga menyebabkan sektor mikro akan sangat sulit untuk bersaing. Khusus mengenai pasar terigu nasional, Bogasari adalah pemain dominan karena merupakan pemain utama yang menguasai hampir 80 % pangsa pasar, dan tentu saja posisi dominan tersebut sangat mungkin untuk disalahgunakan.

Namun, pada tahun 1994 dominasi Bogasari atas pasar tepung terigu di Indonesia terus menurun dari 90,08% pada tahun 1994 menjadi 57% pada 2008, menyusul munculnya industri tepung terigu baru dalam negeri. Data tersebut diperoleh dari hasil perhitungan nilai total output dan nilai impor.

Liberalisasi perdagangan telah menurunkan tingkat konsentrasi pasar pasar industri tepung terigu secara cukup signifikan. Kebijakan deregulasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan gandum maupun tepung terigu pada 1998 mengubah struktur industri tepung terigu dari monopoli menjadi oligopoli asimetris dengan perusahaan dominan. Bogasari dikelilingi para pesaing kecil yang dalam teori oligopoli disebut “fringe competitors”.

Secara teori, pada industri oligopolistik asmetris, perusahaan dominan cenderung menjadi penentu harga dan para pesaing kecil menjadi pengikut. Kondisi inilah yang membuat pesaing kecil sukar bertahan di industri tersebut, sebaliknya jika perusahaan dominan menerapkan harga lebih tinggi, akan menghadapi “the prospect of entry”, dan beralih ke para pesaing kecil.

Selain itu, jika pemerintah tidak menetapkan biaya antidumping (BMAD), Bogasari sebagai pemimpin pasar akan mampu bertahan dalam jangka waktu yang lama. Namun industri tepung terigu (yang lebih kecil) akan sulit untuk bertahan. Pada gilirannya nanti, sangatlah mungkin struktur industri tepung terigu akan kembali menjadi monopoli. Di industri tersebut, pemain menjadi hanya dua yaitu Bogasari dan importir.

Bahan Baku
Biji gandum adalah bahan baku utama di dalam industri pengolahan tepung terigu. Bahan baku gandum seluruhnya di ekspor dari luar negeri.
Sedangkan untuk menjamin kelangsungan persediaan gandum, Divisi Maritim Bogasari mengoperasikan tiga kapal angkut gandum dan tiga buah kapal tongkang untuk pelayaran antar pulau.

Selain fasilitas penggilingan gandum (milling facilities) yang canggih, Bogasari juga memiliki berbagai fasilitas penunjang teknis baik untuk kepentingan sendiri maupun umum, antara lain laboratorium, dermaga, Milling Training Center dan Baking Training Center. Laboratorium yang ada dilengkapi dengan peralatan modern dengan tujuan untuk melakukan uji-analisis terhadap kualitas gandum dan tepung, serta meneliti kemungkinan pengembangan produk baru.

Proses Pengolahan
Dimulai dari penyediaan bahan yang masih berupa gandum kemudian diproses melalui proses pembersihan gandum, Wheat Conditioning, Mesin Roll, Sifter, Purifier, Vibro Finisher, Bran Finisher.

Distribusi
Sejak awal berdirinya pada tahun 1971 hingga pertengahan tahun 1998, Tata Niaga yang berlaku menetapkan Bogasari hanya menjadi Flour Miller (tukang giling) yang hanya menerima order giling dari pemerintah Bulog. Dalam tata niaga tersebut mekanisme pengadaan bahan baku gandum dan penyaluran terigunya dikendalikan sepenuhnya oleh pemerintah.

Pada bulan Juni 1998, tata niaga terigu secara efektif berakhir, dan semenjak itu seluruh perusahaan terigu nasional termasuk Bogasari berubah menjadi produsen terigu (Flour Producer) yang mengatur sendiri pengadaan bahan baku, memproduksi sendiri merek dan jenis terigu yang diinginkan, serta mendistribusikannya ke pengecer lalu dijual ke konsumen.

0 comments:

Post a Comment